Minggu, 25 Juli 2010
Manajemen Doa untuk Harapan yang Menguatkan Hidup
Oleh: Dr. Setiawan Budi Utomo
dakwatuna.com – Dalam realitas pengalaman hidup di zaman modern, seseorang akan menghadapi dua kecenderungan spiritual yang kontradiktif dan cenderung menjadi gejala anomali sosial. Di satu sisi, zaman modern yang ditandai dengan kemajuan sains dan teknologi ini sebagaimana disinyalir oleh John Naisbit dalam High Tech – Haigh Touch: Technology and Our Search for Meaning (1999) justru membuat orang mendewakan teknologi, rasionalitas dan potensi material sehingga sering mengabaikan kekuatan agama dan dinamika spiritual. Namun, di balik gejala zaman modern yang melupakan Allah itu (QS. Al-Hasyr:19), justru terdapat satu fenomena yang mungkin luput dari pengamatan Naisbitt bahwa pada saat yang sama, sebagai keniscayaan sunnatullah, telah tumbuh subur kesadaran spiritualitas di kalangan masyarakat perkotaan, kaum eksekutif dan profesional, kaum teknokrat dan kantoran, bahkan masyarakat pekerja dan rumahan secara umum yang cenderung mendambakan kembali keteduhan rohaniah di tengah galau rutinitas yang bergetah dan kegaduhan materialisme yang memuakkan. Hal itu di antaranya ditandai dengan semakin maraknya kegiatan dzikir dan doa, serta gelar tabligh dan pengajian yang semakin intens, masif dan massal khususnya pada momentum bulan suci Ramadhan.
Doa sebagai ekspresi dzikrullah dalam detak spiritualitas yang merupakan saripati ibadah sebagaimana sabda Rasul (HR. Bukhari dan Muslim) memberikan makna kesadaran diri cognizance (self awareness) yang senantiasa merasakan kehadiran Tuhan dan pengakuan kelemahan diri. Doa pada dasarnya bukan sekadar ritual melainkan sebuah oase di tengah gurun kebisingan dan sebuah taman di tengah rimba keresahan duniawi. Sebab doa sebagai manifestasi dzikrullah menjanjikan ketenangan dan keteduhan batin apa yang sangat dirindukan oleh manusia zaman modern seperti pesan perjalanan spiritual John Kehoe, penulis buku best seller Mind Power melalui pengalaman kontemplasi dan meditasi doa (QS. Ar-Ra’d:28). Doa yang benar akan membawa keteguhan istiqamah dalam prinsip hidup dan dengan doa seseorang akan memiliki sikap optimis, karena doa pada hakikatnya merupakan rintihan dan curhat hamba kepada al-Khaliq sebagai pemilik segala kekuatan dengan harapan curahan pertolongan.
Karena doa merupakan bagian dzikrullah, maka ia otomatis tidak dapat dipisahkan dari keimanan kepada Allah yang senantiasa ada untuk dipuja dan dimohon yang telah memerintahkan hamba-Nya untuk tidak jemu memohon kepada-Nya dan Dia mencintai hamba-Nya yang rajin berdoa secara benar dan kontinyu sebagaimana kesimpulan Karl Jasper bahwa Tuhan adalah satu-satunya yang tak kenal lelah untuk mendengarkan doa manusia. (QS. Al-Mukmin:60, al-A’raf:55-56)
Rudolf Otto dalam bukunya yang terkenal, Das Heilige, memberikan indikasi terhadap orang yang berdoa atau beragama, dalam dua terminologi yaitu pertama; tremendum yang mencerminkan perasaan orang yang mendatangi Tuhan dengan suasana takut dan kedua; facsinans yang mencerminkan perasaan ketertarikan dan harapan. Namun dalam terminologi Islam, konsideran doa tidak sekadar rasa takut (khouf) yang melahirkan jiwa tabah dan berani dan rasa harapan (roja’) yang melahirkan jiwa yang optimis dan menumbuhkan motivasi, melainkan juga terdapat gelora rasa cinta (mahabbah) yang menghidupkan dan menerangi jiwa yang akan semakin mesra dengan Allah Sang Maha Kekasih. (QS. Al-Anfaal:2)
Gumam mulut dan ucapan lidah di dalam berdoa bukanlah hakikat dari doa itu sendiri, karena doa merupakan esensi jiwa yang harus disampaikan dengan sepenuh kalbu dan dari nurani terdalam dengan penuh kesadaran (QS. Al-A’raf:205). Bermunajat kepada Allah sudah semestinya memerlukan manajemen doa, karena betapa banyak orang yang berdoa panjang disertai suara keras dan lelehan air mata, namun tidak disertai fiqih doa sehingga doanya tidak efektif betapapun tulus pintanya.
Kekuatan doa yang akan mengalirkan energi dahsyat dan banyak mukjizat dalam hidup memerlukan kekuatan dalam berdoa yang berupa keyakinan. Sebuah pengalaman nyata yang saya alami secara pribadi membenarkan hal itu. Dalam sebuah kesempatan, saya pernah diamanahi untuk membimbing jamaah haji dan peristiwa ajaib itu bermula pada prosesi haji di Mina di mana beberapa jamaah saya tersesat dan terlepas dari rombongan sehingga membuat kami semua kerepotan mencari-cari mereka beberapa hari. Akhirnya, pada saat klimaks tidak ada harapan lagi menemukan mereka kecuali bergantung doa kepada Allah Yang Maha Kuasa dan diliputi rasa tanggung jawab, maka dengan penuh keyakinan yang sulit digambarkan saya berdoa kepada Allah di depan jumrah ‘Aqabah dengan berucap lirih “Ya Allah, jika Janji-Mu memang benar, tanah suci-Mu memang mulia, dan hari suci-Mu memang agung, pertemukanlah kami dengan mereka yang hilang sekarang juga.” Dan apa yang terjadi sekejap setelah itu sungguh sempat memerindingkan bulu kuduk saya dengan serta merta jamaah yang hilang berlalu di hadapan saya dan seketika spontan kami memanggil dan akhirnya bertemu dengan mereka. Kejadian itu sempat membuat hati kami haru dan bertambah yakin bahwa “Maha benar Engkau Ya Allah dengan segala janji-Mu; berdoalah kepada-Ku niscaya akan Ku-kabulkan”.
Herbert Benson dan William Proctor dalam Beyond the Relaxation Response (1984) berkeyakinan bahwa doa yang penuh kekuatan iman akan dapat memberikan kesembuhan. Hal itu secara empirik terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Randolph Byrd, seorang kardiolog dan mantan profesor Universitas California terhadap 393 pasien di Rumah Sakit Umum San Fransisco yang dibagi secara acak dan dikelompokkan pada tempat yang berbeda. Setiap pasien didoakan oleh lima puluh tujuh orang. Hasilnya sungguh sangat menakjubkan. Pasien yang didoakan menunjukkan keadaan yang jauh lebih baik daripada mereka yang tidak didoakan. Mereka hanya membutuhkan 20% antibiotik daripada kelompok yang tidak didoakan yang kemungkinan terkena pulmonary edema ‘paru-paru basah’ 30% lebih kecil. Pembuktian ilmiah tentang kekuatan doa ini, diteruskan dengan penelitian terhadap tumbuh-tumbuhan. Benih gandum yang dibagi dalam dua kelompok, yaitu benih yang didoakan dan yang tidak. Hasilnya ternyata benih yang didoakan tumbuh dengan cabang-cabangnya yang kuat dan lebih banyak dibandingkan dengan benih yang tidak didoakan.
Sebuah publikasi penelitian tentang kanker yang dilakukan oleh para peneliti dari National Institutes of Health, USA yang dipimpin oleh Dr. Richad Childs, menyatakan bahwa penyakit kanker yang berat seperti kanker darah, kanker ginjal dan kanker getah bening biasanya sangat resisten dan tidak mempan terhadap berbagai pengobatan seperti chemotherapy maupun radio therapy. Namun, sel-sel kanker ganas ini rupanya justru sangat rentan (susceptible) dan takluk terhadap sistem kekebalan tubuh melalui sistem imunitas penderita dan di antara cara peningkatan sistem kekebalan tubuh adalah sebagaimana temuan seorang dokter lulusan Universitas Airlangga Surabaya yaitu melalui ikhtiar spiritual doa dan shalat yang benar dan rutin seperti melazimkan wirid tahajjud.
Menurut Norman Vincent Peale dalam The Power of Positive Thinking bahwa dewasa ini orang cenderung sering berdoa dibandingkan sebelumnya, karena mereka semakin merasakan bahwa doa dapat menambah efisiensi pribadi dan doa membantu mereka menyadap kekuatan dan memanfaatkan kekuatan yang tersedia. Doa sebagaimana kesimpulan pakar psikologi merupakan kekuatan terbesar yang tersedia bagi seseorang dalam memecahkan masalah pribadinya. Kekuatan doa adalah manifestasi dari energi seperti halnya ada teknik ilmiah untuk pelepasan energi atom, maka ada prosedur ilmiah untuk pelepasan energi spiritual melalui mekanisme doa. Kekuatan doa tampaknya bahkan mampu menormalkan proses penuaan, meniadakan atau membatasi kelemahan dan kemunduran.
Untuk mendapatkan hasil yang efektif dari doa, Peale menawarkan sepuluh kaidah dalam manajemen doa; 1. Meluangkan beberapa menit dalam setiap hari untuk hanya berfikir dan mengingat Tuhan; 2. Berdoa secara lisan dengan menggunakan kata-kata yang sederhana dan wajar sesuai suara hati; 3. Berdoalah sementara Anda memulai urusan kehidupan sehari-hari; 4. Jangan selalu meminta ketika Anda berdoa melainkan juga dengan pujian dan mengucapkan syukur; 5. Berdoalah dengan keyakinan bahwa doa yang sungguh-sungguh dapat menjangkau siapapun yang Anda kasihi; 6. Jangan pernah menggunakan pikiran negatif dalam berdoa; 7. Selalu ekspresikan kesediaan untuk menerima kehendak Tuhan; 8. Latihlah sikap menyerahkan segalanya ke dalam tangan Tuhan; 9. Berdoalah untuk orang-orang yang Anda tidak sukai atau memperlakukan Anda dengan buruk; 10. Buatlah daftar orang yang ingin Anda doakan. Semakin banyak Anda berdoa untuk orang lain, khususnya mereka yang tidak berhubungan dengan Anda, semakin banyak hasil doa akan kembali kepada Anda.
Kaidah kesepuluh tersebut sebenarnya juga dianjurkan oleh Frank Laubach dalam bukunya Prayer, the Mightiest Power in the World melalui teknik mengalirkan energi doa yang positif, ibarat tembakan strum listrik kepada siapapun tanpa pandang bulu termasuk orang-orang di jalanan yang ditemuinya. Hal ini sebagaimana sabda Nabi saw. bahwa seseorang yang mendoakan orang lain maka malaikat akan berdoa serupa untuknya.
Kaidah kesepuluh tersebut sebenarnya juga dianjurkan oleh Frank Laubach dalam bukunya Prayer, the Mightiest Power in the World melalui teknik mengalirkan energi doa yang positif, ibarat tembakan strum listrik kepada siapapun tanpa pandang bulu termasuk orang-orang di jalanan yang ditemuinya. Hal ini sebagaimana sabda Nabi saw. bahwa seseorang yang mendoakan orang lain maka malaikat akan berdoa serupa untuknya.
Imam An-Nawawi dalam kitabnya al-Adzkar menyebutkan bahwa syarat diterimanya doa adalah energi yang dikonsumsi untuk berdoa adalah halal dan berusaha menjauhi perbuatan maksiat. Imam ar-Razi mengatakan dalam pesan doanya: “Bagaimana aku berdoa kepada-Mu sementara aku berbuat maksiat, dan bagaimana aku tidak berdoa kepada-Mu padahal Engkau Maha Pemurah.”
Dalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin, Imam al-Ghazali menyampaikan sepuluh metode dalam manajemen doa yang efisien untuk mendapatkan hasilnya yang efektif; 1. Memilih waktu yang tepat dan memanfaatkan saat-saat mulia seperti Ramadhan, ‘Arafah, Jum’at, dan saat sepertiga akhir di waktu sahur yang merupakan saat mustajab; 2. Memanfaatkan kondisi yang mustajab (terkabul) seperti kondisi sujud, jihad, turun hujan, qamat; 3. menghadap kiblat, menengadahkan tangan, dan mengusap wajah saat selesai; 4. menyederhanakan suara dan menghindari suara keras; 5. menyederhanakan bahasa doa dan lebih afdhal bila takut salah ucap sebaiknya menggunakan doa al-Qur’an dan doa yang diajarkan atau dilakukan oleh Nabi; 6. penuh khidmat, khusyu’ dan emosi jiwa; 7. bersungguh-sungguh dalam memohon dan berharap yang disertai keyakinan dikabulkan doanya; 8. menekankan permohonannya dan dapat mengulanginya tiga kali tanpa disertai prasangka akan lama dikabulkannya; 9. memulai doanya dengan dzikir dan pujian kepada Allah serta shalawat kepada Rasulullah; 10. Itikad tulus dan niat kuat untuk bertaubat secara benar dan merehabilitasi akibat kezhalimannya serta berhijrah kepada Allah.
Doa merupakan kekuatan dan energi yang tiada tara karena ia terhubung dengan Dzat Yang Maha Kuasa. Doa bagi seorang mukmin adalah senjata (silah) karena tidak ada perlindungan dan daya kecuali dari Allah. Sungguh tidak tahu diri seseorang yang hanya tergantung pada materi yang rapuh dan fana sehingga meremehkan kekuatan doa. Alangkah celakanya orang yang merasa telah banyak berdoa dan bahkan pada waktu dan tempat yang mustajab, namun tak kunjung efektif, karena sesungguhnya ia membiarkan virus haram dalam konsumsinya menghambat aliran frekuensi doa untuk sampai kepada Allah. Adalah sangat beruntung orang yang hembus nafasnya selalu mengandung unsur doa yang benar sesuai kadar dan komposisi yang tepat serta bersih dari partikel haram yang mengganggunya keterkabulannya. Wallahu A’lam Wa Billahit Taufiq Wal Hidayah. []
Rabu, 21 Juli 2010
bagaimana infaq kita?
Kemarin mendapatkan oleh-oleh menarik dari perjalanan, sosok inspiratif bu santi dan pak dzikru (selanjutnya ode dan paman, memanggil dengan nama ini terasa lebih indah). Dalam perjalanan dakwah untuk palestina, paman dan ode berkeliling memenuhi undangan untuk memaparkan bagaimana kondisi saudara kita di Palestin. Subhanallah, Alhamdulillah aku mendapatkan oleh-oleh cerita yang inspiratif.
Setelah sebelumnya mendapatkan cerita tentang "Pecel Ayam" yang diinfaqkan kemudian dilelang dengan nilai nominal diatas 7 jutaan (kalo ndak salah ya), sekarang aku mendapatkan kisah lainnya.
Berangkatnya Freedom Flotilla menembus blokade Israel, Alhamdulillah berhasil membuka opini dunia bahwa apa yang dilakukan Isreal selama ini adalah penjajahan dan genocida terhadap rakyat Palestina. Selama beberapa hari hal ini menjadi pembahasan hangat di TV. Dari Kota hingga pelosok desa mengikuti perkembangan keadaan mujahid/ah yang berada di Kapal tersebut. Termasuk daerah ini, sebutlah X.
Dituturkan di desa X ini, yang terletak di sebuah kita di jawa timur, paman dan ode diundang ke sebuah pengajian. Pengajian yang sangat sederhana, namun bersahaja.Namun dari sekian banyak perjalanan yang dilakukan oleh paman dan ode, disinilah infaq terbesar, sejumlah 15 Juta rupiah, 7 buah handphone. Dan terakhir yang lebih mengharukan lagi adalah, tengah malam tiba-tiba ada yang mengetuk rumah, dan ternyata setelah dilihat tamu yang datang adalah petani biasa di desa kecil menyerahkan sepeda motornya untuk diinfaqkan bagi Palestina. Bayangkan saudaraku, ditengah keterbatasan, petani tersebut memberikan infaq terbaiknya...mungkin sepeda motor itu adalah denyut jantung kehidupannya dalam mencari nafkah, namun karena Allah, karena ukhuwah, dia menyerahkan sepeda motornya.
Malu sekali mendengar kisah ini, kita (aku) terbiasa berucap dengan lisan bagaimana penderitaan saudara di Palestin, tetapi ketika berinfaq, adakah dia, infaq yang terbaik? (cukup jawab dalam hati).
Duhai Allah, betapa malunya diri ini.....
"wahai orang-orang yang beriman! maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di Jalan Allah dengan harta dan jiwamu, itulah yang lebih baik jika kamu mengetahui. (61: 10-11)*
* Asbabun Nuzul ayat 11: Sa'id bin Jubair menegaskan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan kaum muslim yang tatkala QS 61:10 diturunkan berkata " Seandainya kami mengetahui perniagaan tersebut, tentu kami akan memberikan segenap harta dan keluarga untuk itu." (HR Ibnu Abi HAtim.Lihat Kitab Asbabunnuzul, karya Imam Suyuthi, hal 299 cet Darul Fajr Litturats)
ni'mat sehat
Hampir 1 Bulan ini selalu dihinggapi sakit-sakit, merasa sangat dzalim dengan tubuh. pekan pertama demam, pekan kedua sakit rutin, pekan ketiga radang, dan sekarang flu disertai batuk dan radang, Ya allah mungkin begitu banyak kedzaliman yang kulakukan pada tubuh ini.Tidak memenuhi hak tubuh, untuk diberikan makanan yang sehat, minuman yang sehat, makan yang tepat waktu, istirahat, tidak tertekan ( ini pribadi, tapi signifikan mempengaruhi stabilitas tubuh). Sementara, ada banyak yang ingin dilakukan, tapi demikianlah cara Allah memberi peringatan kepada ku.
Mungkin sakit ini juga karena banyak tingkah laku dan kata yang terucap dari lisan menyakiti orang lain..(maafkan teman, sahabat) baik yang disadari ataupun tidak. Sungguh keterbatasan kita membuat kita kadang lalai menjaga tubuh ini. Terasa sekali ketika sakit, bagaimana ni'mat sehat...lebih produktif, semangat dan ceria.
Ya Allah, semoga sakit ini membuatku lebih baik lagi, belajar lebih ikhlas menjalani setiap episode hidup, dan yakin semua yang terjadi atas izin Allah maka dibalik semuanya ada hikmah.
Selasa, 20 Juli 2010
Keluarga dan Negara
“Mengapa Keluarga dapat dikatakan sebagai batu pertama untuk membangun negara ?” demikian pertanyaan Husain Muhammad Yusuf dalam bukunya Ahdaf Al Usrah Fil Islam mengawali pembahasan tentang Posisi Keluarga dalam Negara. “Sebab”, tulisnya, “ Sejauh mana keluarga dalam satu negara memiliki kekuatan dan ditegakkan pada landasan nilai, maka sejauh itu pula negara tersebut memiliki kemuliaan dan gambaran moralitas dalam masyarakatnya.”
Keluarga, dalam terminologi sosial sebagaimana dikemukakan Robert MZ. Lawang, dipahami sebagai kelompok orang-orang yang dipersatukan oleh ikatan perkawinan, darah atau adopsi, yang membentuk satu rumah tangga; yang berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dengan melalui peran-perannya sendirisebagai anggota keluarga; dan yang mempertahankan kebudayaan masyarakat yang berlaku umum, atau bahkan menciptakan kebudayaan sendiri. Empat karakteristik keluarga disampaikan dalam defenisi tersebut diatas .
Pertama, keluarga terdiri dari orang-orang yang bersatu karena ikatan perkawinan , darah dan adopsi. Kedua, mereka hidup dalam satu rumah dan membentuk rumah tangga (household). Ketiga, mereka merupakan satu kesatuan yang berinteraksi dan berkomunikasi. Keempat, mempertahankan kebudayaan bersama ynag sebagian besar berasal dari kebudayaan umum yang luas atau menciptakan kebudayaan sendiri.
Islam memiliki pandangan yang spesifik tentang keluarga, dan memberikan penghargaan yang tinggi. Menurut Hibbah Rauf Izzat, dalam konsepsi Islam, keluarga adalah unit yang sangat mendasar di antara unit-unit pembangunan alam semesta. Ismail Raji Al-Faruqi menganggap keluarga juga merupakan insfrastruktur bagi masyarakat Islam yang bersaing dengan infrastruktur masyarakat lain di dalam mewujudkan tujuan-tujuan konsep istikhlaf.
William J. Goode menyebutkan tiga fungsi keluarga, yaitu fungsi reproduktif, ekonomi dan edukatif. Sedangkan William Ogburn selain fungsi edukatif dan ekonomi, menambahkan dengan fungsi perlindungan , rekreasi, agama dan status pada individu. Lebih dari itu, Islam sejak empat belas abad silam telah memberikan perhatian yang amat spesifik dalam masalah keluarga, dan menempatkan keluarga sebagai batu bata kokoh dalam membangun peradaban ummat.
Salah satu fungsi keluarga yang ditekankan dalam pembahasan di buku ini* adalah fungsi tarbiyah. Pada dsarnya Islam telah menjadikan tarbiyah (pendidikan) sebagai atensi yang dominan dalam kehidupan. Diantara bukti yang bisa diungkapkan adalah, banyaknya istilah Ar Rabb yang digunakan dalam Al-Qur’an, yang menurut Ibnu Manzur, diturunkan dari akar yang sama dengan kata tarbiyah. Abul A’la Al Maududi menyatakan, “mendidik dan memberikan perhatian” adalah salah satu dari makna-makna implisit kata rabb. Al-Qurthubi berpendapat, kata Rabb dipakai untuk menggambarkan siapa saja yang melakukan sesuatu menurut cara yang sempurna.
Selain itu tak bisa disangkal ladi bahwa pendidkan bermula dari rumah bukan dari sekolah. Bahkan,meminjam istilah Bobbi DePorter dan Mike Hernacki dalam teori Qunatum Learningnya, pembelajaran masa kecil di rumah adalah saat-saat menyenangkan. Mereka menyebut contoh belajar berjalan pada anak usia satu tahun. Kendati dengan tertatih dan berkali-kali jatuh, toh ada anak pada akhirnya mampu berjalan, tanpa merasa ada kegagalan, suatu hal yang amat berbeda dengan pembelajaran orang dewasa.
Fungsi edukatif dalam keluarga menjadi sedemikian vital untuk mempersiapkan masa depan umat. Khalid Ahmad Asy Syantuh menyebutkan, pendidikan merupakan sarana perombakan yang fundamental. “sebab” katanya, “ia mampu merombak jiwa manusia dari akar-akarnya”. Seluruh anggota keluarga harus mendapatkan sentuhan tarbiyah untuk menghantarkan mereka menuju optimalisasi potensi, pengembangan, kepribadian, peningkatan kapasitas diri menuju batas-batas kebaikan dan kesempurnaan dalam ukuran kemanusiaan.
Maka dengan segala fungsi keluarga yang dipaparkan diatas, maka cita-cita keluarga muslim adalah keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah (SAMARA). Dalam membangunn keluarga yang dilandasi taqwa, seorang muslim harus memandangnya sebagai sebuah ibadahkepada Allah dan hanya mengharap keridhaan dan pahala dari Allah SWT (Said Hawwa: 117). Untuk itu kedua belah pihak, antara suami dan istri, harus mengetahui dan memahami seluruh persoalan yang bberkaitan dengan kehidupan suami istri, baik berupa ajaran-ajaran dan tata krama Islam ataupun yang menyangkut hak-hak dan kewajiban suami istri dan bersungguh-sungguh menjalankan tugas dan kewajiban masing-masing, sehingga bangunan keluarga muslim yang dapat memberi teladan benar-benar terwujud.
Sepasang suami istri dalam pandangan Islam laksana pakaian yang saling menutupi, melengkapi dan menghias. Keduanya memiliki kewajiban dan hak, keseimbangan dalam memenuhi hak dan kewajiban diantara keduanya akan menjaga kelangsungan dan keharmonisan keluarga.
*(Taken From Membangun Keluarga Sakinah dan Sejahtera, 2004, DPP PKS),
Senin, 19 Juli 2010
bersamamu
akhir pekan ini berkesempatan berkunjung ke rumah salah seoarang saudariku, selain karena memenuhi undangan dan janji, sebenarnya aku juga kangen sekali dengan ponakan tercinta Qonita Maylafazza Fanani. Sebelumnya beberapa pekan di bulan Juli ini, aku berjuang melawan lemahnya tubuh dan jiwa....bayangkan saja hampir setiap pekan aku diuji Allah dengan sakit, inilah tanda aku melakukan kedzaliman terhadap diriku, tidak amanah terhadap diriku....
Meski demikian, dengan semangat aku tetap hadir memenuhi undangan saudariku (alhamdulillah suaminya sedang dinas keluar kota). kita kangen-kangenan, bercerita, hingga akhirnya bercita-cita membentuk sebuah yayasan yang peduli dengan anak-anak dan ibu-ibu (bukit cinta foundation, mudahkan ya allah), sungguh perbincangan yang produktif
MEmang sejak awal berkenalan dengan saudariku ini, banyak hal positif yang kudapatkan. Pertama, keistiqomahannya menjalankan puasa daud (terutama sebelum menikah dan memiliki anak) dan ternyata hal ini juga terjadi pada adikknya. Kedua, Produktivitas dan manajemen diri, selama bersahabat dengannya, ia selalu menginspirasiku untuk terus semangat dan maju meski tak secara langsung diucapkannya.
mungkin inilah yang membuatnya sampai di titik ini, dan menurutku itu sangat pantas.
moga persaudaraan dan persahabatan kita sampai di akhirat kelak.
Langganan:
Postingan (Atom)